Keadaan bumi berubah total pasca "60 Minute War" yang mengakibatkan daratan bukan lah lagi menjadi pilihan utama untuk tempat tinggal dari kehidupan umat manusia. Akibat dari perubahan ini, manusia beradaptasi dengan kembali menjadi makhluk semi nomaden. Bisa dikatakan begitu, karena sekarang manusia tinggal di atas kota yang dapat bergerak, dari kota yang ukurannya kecil, hingga kota berukuran luar biasa besar, yang salah satunya adalah bernama London. Yah, kini kota London bukan lah salah satu kota di Inggris lagi, tapi telah menjadi kota predator yang memburu kota-kota kecil untuk dijadikan bahan bakar dan merampas sumber daya untuk menghidupi kota London agar dapat bertahan.
Thaddeus Valentine (Hugo Weaving) adalah seorang arkeolog di balik besarnya kota London yang nyawanya diincar oleh Hester Shaw (Hera Hilmar), salah satu pendatang dari kota kecil yang berhasil diburu oleh kota London. Ya, Hester berniat membunuh Valentine untuk membalaskan dendamnya pribadinya. Sayangnya aksi Hester digagalkan oleh Tom Natsworthy (Robert Sheehan) seorang arkeolog kelas rendah dari kota London. Akibat dari aksi percobaan Hester yang digagalkan oleh Tom ini yang akhirnya malah membawa mereka menuju petualangan baru yang sekaligus mengungkap sisi gelap dari seorang Valentine.
Mortal Engines adalah film adaptasi seri pertama dari novel tetralogi karya Phillip Reeve, tapi walaupun terlepas dari tidak pernah membaca novelnya ataupun sekedar tau, film ini tidak membingungkan ketika ditonton. Elemen terkuat film ini adalah konsepnya tentang kehidupan manusia di atas kota dengan roda raksasa yang digerakan oleh mesin raksasa pasca apokalips. Tidak cukup disitu, kegilaan juga ditambah dengan sebuah kota yang dapat memburu kota lain yang lebih kecil untuk dijadikan makanan atau lebih tepatnya bahan bakar, berbeda dari film pasca apokalips yang sudah ada.
Sayangnya Konsep yang menarik ini tidak diikuti dengan plot cerita dan pendalaman karakter yang baik. Bahkan beberapa karakter yang termasuk salah satu dari bagian karakter utama seakan tidak jelas "keberadaanya" di film ini. Menurutku elemen utama film ini seakan disia-siakan dan hanya terasa menarik di paruh awal awal film saja. Karena setelah semakin lama film ini, plot ceritanya melemah dan semakin mudah ditebak. Satu-satunya elemen yang membantu film ini adalah bagian visual dan efek CGI tentunya yang membuat konsep film ini semakin menambah fantasi menjadi liar.
Tapi di luar itu semua, film ini masih menjadi film yang menghibur, walaupun terkadang sedikit terasa membosankan karena cerita yang melemah di tengah jalan membuat film ini serasa menjadi film yang dipanjang-panjangkan hingga menjadikan film ini berdurasi sekitar 2 jam. Jika saja film ini bisa dieksekusi dengan baik untuk mengeksplorasi tema dan cerita film ini jauh lebih dalam, mungkin film ini bisa mengeluarkan potensi terbaiknya yang akan membuat level film berada jauh di atas yang sekarang.
Leave a Comment.